Kamis, 28 Juni 2012

Halalnya Bernyanyi dan Memukul Terbang


Musik sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Hampir tidak ada ruang steril dari musik. Bahkan dalam upaya membudayakan shalawat Nabi, akhir-akhir ini musik Indonesia diwarnai dengan maraknya alunan cinta Rasul. Selain itu sering pula kita dengarkan lantunan musik religi yang tidak kalah ikut meramaikan pasar musik Indonesia. Termasuk di dalamnya kesenian hadrah ataupun rebana yang mulai merambah pasaran luas. Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan, ada apa dengan musik? Bagaimana hukumnya menyanyi dan memainkan alat musik?
Salah satu karakter manusia adalah senang terhadap keindahan (seni). Yaitu terpesona alam yang sejuk dipandang mata (seni rupa) serta alunan alam yang asyik dinikmati telinga (seni suara). Begitu pula dengan nyanyian (nasyid), sebab menyanyi itu merupakan fitrah manusia yang senang dengan keindahan. Lagu dilantunkan untuk menghiasi hati manusia agar terhibur dengan menikmati serta menghayati tiap bait syair yang dilantunkan dengan suara merdu. Yang pada dasarnya untaian lantunan lagu tersebut diharapkan bisa menggerakkan hari seseorang untuk merasakan keindahan ciptaan Allah SWT, sekaligus mengakui kekuasaan-Nya.

1. Dasar yang Membolehkan Dalam Ihya’ Ulum Al-Din, imam Al-Ghozali mengatakan[2]: الخامس: السامع فى أوقات السرور تأكيدا للسرور وتهييجا له وهو مباح إن كان ذلك السرور مباحا كاغناء فى أيام العيد وفى العرس وفى وقت قدوم الغائب وفى وقت الوليمة والعقيقه وعند ولادة المولود وعند ختانه وعند حفظه القرآن العزيز وكل ذلك مباح لأجل إظهار السرور به … ويدل على هذا من النقل إنشاء النساء على السطوح بالدف والألحان عند قدوم رسول الله صلى الله عليه وسلم : طلع البدر علينا ± من ثنية الوداع ± وجب الشكر علينا ± ما دعا لله داع “Yang kelima adalah menyanyi pada saat-saat yang menggembirakan untuk menampakkan rasa bahagia serta suasana meriah. Hal ini mubah jika dilaksanakan pada perayaan yang dibolehkan, seperti menyanyi pada hari raya, pernikahan, saat kedatangan tamu jauh, saat walimah, aqiqah, ketika kelahiran anak, acara khitanan, dan perayaan sebab berhasil menghafal Al-Qur’an. Dalam semua acara itu menyanyi dibolehkan untuk menampakkan kegembiraan. Kebolehan ini berdasarkan riwayat acara yang dibuat oleh para wanita di atas loteng dengan menabuh rebana dan melantunkan lagu-lagu ketika menyambut kedatangan Rasulullah SAW”, yaitu dengan sholawat badar: Telah datang bulan purnama pada kami Dari Tsaniyah al-Wada’ Maka wajiblah syukur bagi kami Selagi orang-orang itu selalu mengajak kepada Allah 1. Penutup Berdasarkan peristiwa penyambutan kedatangan Nabi SAW ketika hijrah yang diterangkan dalam kitab Ihya’ Ulum ad-Din, menyanyi dan menabuh rebana diperbolehkan dalam Islam. Referensi: 1. Ihya’ Ulum ad-Din karya al-‘Allamah Imam al-Ghazali ________________________________________ [1] Ditulis oleh Muhammad Zuhdi Kurniawan, Mahasiswa Jurusan Matematika UIN Maliki. Uraian singkat ini disampaikan dalam Forum Halaqoh Ilmiah Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang. [2] Ihya’ Ulum ad-Din juz 2 halaman 274 – 275.

Tidak ada komentar: